PT Lima Pilar Resources (LPR), perusahaan induk yang berfokus pada sektor energi dan logistik, fokus untuk mendorong pengembangan industri energi sirkular di Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan diakuisisinya 52% saham PT Arkad Niaga Indonesia (ARKAD), perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO) dan produsen minyak yang berasal berbasis limbah ban bekas (Tire Pyrolysis Oil/TPO) serta limbah plastik bekas (Plastic Pyrolysis Oil/PPO)
“Energi sirkuler adalah dua kunci masa depan energi, dimana kami meyakini akan memperbesar peluang bagi energi alternatif untuk nantinya menggantikan energi tradisional yang berbasis fosil.
Aksi korporasi ini dilakukan untuk memperkuat posisi LPR sebagai penyedia solusi energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin berkembang,” jelas Direktur Utama LPR Hanny Hendarso di Jakarta.Menurut Hanny, pihaknnya ingin meningkatkan kapasitas energi terbarukan yang berbasis material yang sudah tidak layak pakai, mengingat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam sektor ini.
Dijelaskan bahwa minyak goreng bekas (UCO) atau yang lebih dikenal dikenal dengan sebutan minyak jelantah dapat diolah menjadi biodiesel sebagai campuran subtitusi minyak solar untuk mesin diesel sektor transportasi maupun berbagai industri. Pemanfaatan UCO sebagai feedstock biodiesel akan mengurangi jumlah timbulan limbah cair UCO yang menjadi polutan bagi air permukaan (sungai, danau, dan laut) serta air tanah yang merupakan sumber air bersih bagi masyarakat.
“Dari satu liter minyak jelantah yang dibuang ke saluran drainase akan mencemari setidaknya 1.000 liter perairan. Pemanfaatan UCO sebagai feedstock biodiesel akan mengurangi jumlah timbulan limbah cair UCO yang menjadi polutan bagi air permukaan (sungai, danau, dan laut) serta air tanah yang merupakan sumber air bersih bagi masyarakat, selain itu tentu saja hasilnya bisa diserap pasar energi di dalam negeri maupun luar negeri,” imbuh Hanny.
Sementara minyak pirolisis ban (TPO) dan minyak pirolisis plastic (PPO) yang dihasilkan melalui proses pirolisis limbah ban bekas bisa diolah menjadi bahan bakar yang mirip dengan solar. TPO dan PPO dapat digunakan sebagai bahan bakar pada mesin penyalaan kompresi (Compression Ignition), tungku industri dan pembangkit listrik. Sebagai sumber energi alternatif, TPO dan PPO dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan tren kenaikan harga.
“Dipandang dari aspek lingkungan, pemanfaatan TPO diikuti dengan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), berkurangnya polusi lingkungan dibandingkan dengan pembakaran limbah ban di udara terbuka, dimana ada nilai tambah bahan kimia disana,” jelas Hanny.
Dia yakin, akuisisi ini adalah langkah strategis untuk memperkuat posisi perusahaan dalam menyediakan energi alternatif yang dapat mendatangkan devisa serta ramah lingkungan. Apalagi permintaan terhadap produk ini dari negara luar khususnya Eropa cukup tinggi.
“Saat ini permintaan ekspor tinggi dan tren-nya meningkat, dalam waktu dekat ini kami akan membangun pusat penelitian dan pengembangan energi alternatif di kawasan Marunda, Jakarta. Hal ini kami lakukan untuk mendorong inovasi dan pengembangan produk yang lebih ramah lingkungan,” lanjut Hanny.
Dengan aksi korporasi ini maka diharapkan menjadi salah satu strategi percepatan penyediaan solusi energi alternatif yang berdampak positif pada bisnis perusahaan dan kelestarian lingkungan secara berkelanjutan.
“LPR akan berperan aktif menjadi pemimpin dalam industri energi sirkuler, daur ulang limbah menjadi energi, dan dalam meningkatkan kualitas lingkungan. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak positif bagi masyarakat dan ekosistem alam.” tutup Hanny.
Pada kesempatan yang sama pendiri dan CEO ARKAD, Arif Nindito menjelaskan “Dengan bergabungnya ARKAD ke dalam LPR Group, akan memberikan dukungan yang besar terhadap pengembangan bisnis ARKAD. Saya yakin LPR akan membawa perubahan positif yang signifikan terhadap organisasi dengan kompetensi yang dimilikinya.”
Perlu Dukungan
Saat ini, proses pengumpulan minyak jelantah dilakukan perusahaan menyasar ke pengepul-pengepul di area Jakarta. Sasaran minyak jelantah yang diambil ARKAD adalah mulai dari ribuan rumah tangga, restoran, hotel, pabrik makanan, sampai rumah sakit. Hanny Hendarso mengatakan rantai pasok bisnis minyak jelantah bila dikembangkan bisa menyasar lapisan masyarakat lebih luas.
Tercatat Jakarta menghasilkan 390 ribu liter limbah minyak jelantah setiap harinya. Produksi minyak jelantah di Indonesia diperkirakan sebesar 3 persen dari total volume minyak goreng yang diproduksi di Indonesia. Dengan kebutuhan minyak goreng nasional yang capai 2 juta ton per tahun, artinya ada 60 ribu ton minyak jelantah yang bisa diolah.
Hasil survei Traction Energy Asia (2022) juga mencatat, sebanyak 78% responden dari rumah tangga dan unit usaha mikro penghasil UCO di Jawa-Bali masih membuang UCO ke saluran air. Padahal, jika diekspor harganya bisa mencapai US$ 800 per ton.
Demikian pula untuk mendapatkan bahan baku TPO dan PPO, pihaknya bekerja sama dengan pengepul. “Untuk TPO, masih banyak potensi yang belum tergarap. Seperti ban bekas kendaraan perusahaan tambang. Suatu saat kita akan kesana,” ujarnya.
Sayangnya, belum ada regulasi pemerintah yang mengatur pemanfaatan minyak jelantah. Malahan, regulasinya bercampur aduk dengan minyak goreng. Selain itu, pihaknya juga masih kesulitan untuk mendapatkan pendanaan dari perbankan di dalam negeri. “Mungkin ini sesuatu yang masih asing bagi mereka,” ujarnya.